Kyaiku (Bukan) Pembohong
Karya : Bang Casino
Desember, 2016
Terik dan panasnya matahari mulai menghilang dimakan waktu. Senja mulai mencari tempat tuk menggantikannya. Sang rembulan malah sudah terlihat bersiap-siap di ujung sana. Sedangkan. matahari terlihat sedikit terpaksa tuk kembali ke tempat peraduannya. Sore ini, sore kesekian kalinya setelah peristiwa itu, peristiwa yang sangat mengubah cara pandangku terhadap sosok kyaiku itu.
“Sumarno…!”, Dengan suara sedikit keras aku memanggil supir pribadiku yang orang perantauan itu. “Iya pak, ada apa?”, Tanyanya dengan sedikit menunduk. Ah, pak sumarno memang begitu dari dulu, tak pernah sekalipun meninggalkan adat jawanya itu, walaupun ia sudah lama tinggal bersama keluargaku di bali.
“Habis ini, biar saya saja yang jemput Ariz dan Istri saya”, ucapku pada pak sumarno lagi. Ya, istriku dan anakku memang baru saja mau landing, tapi tak apalah, sudah sampai tak terbendung lagi rasa kangenku pada penerus cilikku itu. “Baik pak, mobil sudah saya panaskan, siap untuk dipakai”, jawab sumarno dengan mantap sambil memberikan kunci mobil kepadaku.
Mobil fortunerku melaju tak terlalu ngebut, hanya 80km/jam. Jalan menuju Bandara Ngurah Rai tak terlalu padat seperti biasanya. Sungguh suatu peristiwa yang amat sangat langka terjadi, mungkin hanya saat Hari Raya Nyepi.
*****
“Sudah berapa kali ayah bilang ke kamu Ariz? Kyaimu itu pembohong!”, Untuk kesekian kalinya omongan itu terlontar dari mulutku setiap kali Anakku yang sedang mondok di pesantrenku dulu bercerita tentang berbagai peristiwa aneh yang dialami oleh guruku, orang pesantren menyebutnya karomah.
“Tapi yah, Yai Bad itu karomahnya banyak, sudah banyak juga yang membuktikannya yah… Masak ayah masih ga percaya sama yai Bad?”, Ya seperti itulah ia selalu saja ingin membuatku percaya lagi pada yai Bad.
Tiiinnnnnnnn……!!!!!!
Astaghfirullahal Adzim…
Sekonyong-konyong motor gede (dengan pengendara yang gede pula) menyalip mobil ku dengan sangat membahayakan, yang sekaligus membuyarkan lamunanku tentang ariz tadi. Hal itu yang selalu saja terjadi ketika anakku Ariz pulang saat liburan. Ia selalu mengulang kenanganku dulu saat mondok ke kyai Bad. Andai kata ia tau, mungkin ia akan sama seperti istriku. Istriku selalu bilang kepadaku, “mungkin hanya masalah waktu saja yang bisa membuatmu percaya lagi dengan kyaimu itu mas”.
*****
20 tahun yang lalu tahun 1996
“Bagaimana bisa? Aku tak yakin hal itu benar! Yai kita sudah terlalu percaya dengan tahayyul!” Bentakku pada teman dekatku yang satu ini, joni namanya. “Tapi nif, aku yakin, dawuh kyai Bad itu pasti benar, taat manfaat ga taat kualat”. Sanggahnya lagi untuk kesekian kalinya.
Aku tak habis pikir, bagaimana bisa? Aku yang bisa dibilang adalah salah satu santri teladan mendapat musibah seperti ini, aku kurang taat bagaimana? Semua perintah yai kujalankan, semua larangannya juga tak pernah kulanggar. Bahkan aku sering tirakat seperti tirakatnya yai, tapi bagaimana bisa aku mendapat musibah seperti ini? Sedangkan apa yang aku lihat saat ini terhadap teman-temanku yang nakalnya sudah ga wajar, hidup mereka malah aman-aman saja, nyaman tanpa musibah, uang kiriman lancar, dan lain sebagainya. Jadi apa gunanya dawuh yai tersebut? Mana buktinya kalau dawuh tersebut benar adanya? Mana?
Tak cuman soal dawuh tadi itu saja yang aku permasalahkan, dawuh bahwasannya sering membaca waqiah itu bisa membuat rizqi kita lancar pun aku pertanyakan kebenarannya. Faktanya, aku yang selalu membaca waqiah 41x setiap hari, nyatanya selalu saja kekurangan uang sangu dari orang tuaku. Tapi lihatlah mereka yang tak pernah ikut membaca waqiah, rizqi mereka amat sangat lancar, bahkan hidupnya di pondok bagai hidup di hotel, makan selalu enak, dan uang sangu tak pernah habis, selalu saja dapat kiriman yang banyak.
Setelah kejadian itu, aku tak pernah lagi percaya pada kyaiku itu. Aku ingin membuktikan, bahwa apa yang beliau katakan tak benar adanya. Semua pemikiranku itu kubawa sampai sekarang. Sampai aku bisa memiliki mobil mewah tanpa perlu membaca surat waqiah, hidupku sangat nyaman karena hasil kerja kerasku, bukan karena dawuh surat waqiah itu! Tapi kau tau? Semua itu berubah, ya semua berubah pada hari itu, ya hari itu, hari selasa yang sangat menyesakkan.
*****
00.00 WIB, Selasa, 28 Februari 2017
“Opo o awakmu le, kok ora tau nang pondok maneh?” Samar-samar kulihat wajahnya, ya wajah itu! Wajah yang selalu teduh melihat siapapun, wajah yang selalu memberikan ketenangan pada siapapun yang melihatnya. Tapi bagaimana bisa? Semalam aku masih tidur di kamar mewahku. “Lho, Yai? Njenengan Yai Bad? Anu Yai, Ngapunten, kulo mboten nggadah waktu, mboten sempat bade teng pondok” jawabku dengan terbata-bata, ya tentu saja aku kaget melihat beliau dan mendengar pertanyaan beliau. Bahkan aku berfikir, darimana beliau tau kalau aku tidak pernah ke pondok lagi setelah kejadian itu?
“Mosok seh nif? Awakmu ga nang pondok mergo ga nduwe waktu, opo mergo wes ga percoyo maneh nang aku?”. Bummm! Bagai disengat petir diriku mendengar perkataan beliau. Seketika itu beliau langsung berbalik badan dan langsung hilang bagai ditelan awan. Kupanggil beliau, keras sangat keras sampai aku meneteskan air mataku untuk yang pertama kalinya karena beliau.
*****
“Mas, bangun mass, bangun mas, yai Bad wafat mas”. Apa?! Yai Bad wafat?! Dua kali aku disambar petir hari ini. Bagaimana mungkin? Barusan aku bermimpi bertemu beliau, ini tidak mungkin! Tidak mungkin! Tapi percuma, ketidak percayaanku dibantah dengan isi chat dari salah satu ustad terdekat yai, beliau memang benar-benar mengabarkan bahwa Yai wafat pada pukul 00.15 Wib. Ya Allah, baru lima menit yang lalu, aku bermimpi bertemu beliau, dan bahkan belum sempat meminta maaf.
Tanpa pikir panjang aku langsung menyuruh sumarno untuk bergegas mengantarkanku ke malang, ke pondokku “tercinta” itu. Aku memilih lewat jalur darat, karena jika harus naik pesawat, keberangkatan pertama masih nanti siang, tidak mungkin, terlalu lama, tak bisa aku berlama-lama menunggu. Alhasil tepat jam 2 dinihari aku bersama sumarno, berangkat menuju malang.
Jalanan malam sangatlah sunyi bagai tak ada kehidupan. Tak tampak ada sesuatu yang aneh, sampai kemudian aku menghidupkan radio di mobil. Aneh tapi nyata, bergetar jantungku dibuatnya, bagaimana mungkin?! Pertanda apa ini? Semua stasiun radio yang aku putar, seperti sudah janjian untuk memutar sesuatu yang sama, ya mereka semua memutar murotal quran surat waqiah! Surat yang tak kupercayai bisa mendatangkan rizqi! Tapi ini mustahil, dan yang lebih membuatku aneh, sumarno bahkan seperti tak merasakan ada yang aneh, sama sekali tak merasakan, sedangkan diriku, sudah bercucuran dengan keringat dingin!
Radio kumatikan, kubuka hpku. Dan bagaimana mungkin ini terjadi, wallpaper hpku berubah menjadi wajah beliau Yai Bad, bahkan aku sadar tak pernah merubahnya! Kubuka aplikasi Facebook. Kejadian aneh lagi! Hampir semua postingan berisi kalimat yang sama! Kalimat yang pernah aku dustakan! Kalimat yang pernah tak kupercayai, ya kalimat itu! Taat manfaat gak taat kualat! Sangat mustahil semua orang memposting sesuatu yang sama dengan kata-kata yang sama! Muhal!
*****
13.50 Wib, Malang, 28 Februari 2017
Aku sangat amat lelah, setelah kejadian semalam, aku tertidur sampai aku sadar kalau sudah sampai di pondok. Kuikuti semua rangkaian pemakaman itu. Semua menangis, termasuk aku, dan bahkan aku tak tau kenapa aku menangis. Bukankah aku sudah tak percaya lagi pada beliau? Bukankah diriku ini sudah sangat lancang pada beliau? Mungkin aku nangis karena aku malu pada langit yang ikut menangis melihat kepergian beliau. Hari itu, menjadi hari yang sudah diingatkan istriku sejak lama. Hanya waktu yang bisa merubah pemikiranku terhadap beliau kyaiku, dan waktu itu telah tiba, hari selasa akan menjadi hari kelamku, hari yang sangat bersejarah bagiku di kemudian hari, tak akan sedikitpun kulupakan.
*****
Sejak kejadian itu, tak pernah aku absen barang sebulan sekali untuk sekedar mampir ke pesarean beliau. Dan mulai saat itu juga, aku sadar, kyaiku bukanlah pembohong! Kyaiku selalu benar, beliau adalah kyai yang sesungguhnya.
-SELESAI-
Salam Santri Calon Saintis Muda