Tragedi Bisnis

Karya : Udin

Usaha tidak akan mengkhianati hasil, setidaknya itu lah perkataan orang-orang. Namun, sepertinya tidak berlaku bagiku. Aku sudah mencoba mendirikan bisnis, namun selalu saja gagal. Aku tidak begitu mengerti apa kesalahan dalam bisnisku sehingga membuat semua yang telah kulakukan terasa sia-sia.

Usaha tidak akan mengkhianati hasil, kata-kata itu sepertinya hanya berlaku untuk orang lain yang memiliki keberuntungan tinggi. Sial bagiku, sejak kecil, rasanya aku tidak pernah mendapat keberuntungan.

Gagal masuk sekolah dan universitas favorit, hidup di lingkungan yang tidak mampu. Orang bilang, habiskan semua kegagalanmu sampai yang tersisa hanya keberhasilanmu. Tapi, sampai kapan kegagalanku ini terus berlanjut?

Saat ini, aku sedang memulai bisnis rumah makan, dari tabunganku bekerja selama kurang lebih 5 tahun. Ini adalah usaha ke sekian yang aku coba dirikan. Awalnya terlihat menjanjikan, dengan uang gajiku bekerja di tempat lain, dan penghasilan dari usaha ini, aku akhirnya mampu untuk menyewa ruko yang cukup luas untuk dijadikan restoran, dan memutuskan untuk keluar dari pekerjaanku agar lebih fokus membangun bisnis ini.

Aku dan orang-orang disekitarku sudah yakin, kalau ini adalah jalan suksesku. Maksudku, lihat lah, rumah makan ini sangat ramai, aku bisa menghasilkan uang berkali-kali lipat dibandingkan dengan gaji bekerja di tempat lain. Ditambah dengan ruko yang baru aku sewa ini, aku menjadi tambah yakin kalau kali ini, aku pasti sukses.

Namun, sepertinya aku salah. Beberapa bulan setelah aku menyewa ruko, dan mempekerjakan orang lain. Karyawanku mulai mengaku mendapat gangguan yang mengganggu kenyamanan mereka bekerja, tidak peduli siang atau malam.

Aku berfikir, ah mungkin saja ada tamu yang cukup meresahkan, aku sering membaca keluhan para pebisnis yang mengaku mendapatkan tamu, atau pembeli yang menyebalkan. Mungkin saja, itu yang sedang dirasakan karyawanku. Tapi, aku sudah berjanji kepada diriku untuk menjadi seorang bos yang baik, seorang bos yang mendengarkan keluhan karyawan.

Aku mendengarkan keluhan mereka, dan akhirnya aku memutuskan untuk memasang CCTV, semata-mata untuk keamanan, dan aku harap dengan begini para karyawanku akan merasa lebih nyaman dan aman. Aku jarang sekali menengok usahaku ini, sebulan paling hanya satu kali atau dua kali saja. Bukan apa-apa, aku hanya merasa malas. Aku sudah bekerja sampai bertahun-tahun, dan kali ini aku dapat kesempatan untuk istirahat sambil menikmati hasil, tentu saja akan aku manfaatkan.

Malam setelah aku memasang CCTV, seorang karyawanku menghubungi melalui chat di salah satu aplikasi sosial media.

“Malam, pak. Maaf ganggu, hari ini kami nerima gangguan lagi, tepatnya setelah ashar.” Begitu lah bunyi pesannya.

“Gangguan seperti apa?” Balasku. Aku masih berusaha berfikir positif. Kejadian di sore hari, paling hanya orang menyebalkan saja.

“Di dapur, ada barang yang jatuh sendiri, dan di depan pelanggan ada yang ngaku lihat botol kecap bergerak sendiri.” Balas karyawanku tersebut.

“Oke, saya cek cctv ya.” Balasku simpel.

Aku langsung mengarahkan remot tvku, dan mengaturnya menuju saluran CCTV. Berbekal ajaran dari internet, aku mengotak-atik saluran tersebut, sampai akhirnya aku berhasil mengarahkan rekaman ke sekitar jam 3 sore.

Aku menunggu dan memperhatikan dengan seksama masing-masing CCTV di setiap ruangan. Tidak ada yang aneh sejauh ini, mereka bekerja dengan baik. Menyiapkan makanan, membersihkan piring, dan lainnya berdasarkan job desc mereka masing-masing.

Hingga akhirnya, jam di tv menunjukkan pukul 16.05 sebuah panci yang tergantung tiba-tiba bergerak sendiri seperti mengayun, anehnya peralatan lain di sekitarnya tidak ada yang bergerak. Aku memutuskan untuk memutar ulang, mungkin mataku tidak menangkap saat salah satu pegawai tidak sengaja menyenggolnya.

Namun, ternyata benar-benar tidak ada apapun yang menyenggol panci tersebut. Aneh, pikirku.

Tapi, beberapa menit berlalu setelah kejadian tersebut, tidak ada lagi kejadian lain yang menyusulnya.

Bahkan sampai membuatku mengantuk melihat rekaman CCTV ini.

Aku mulai berfikir kalau pegawaiku hanya iseng berkata seperti itu untuk berbuat jahil kepadaku, aku sampai memikirkan cara untuk membalas perbuatan jahilnya. Sambil merebahkan kepala di sofa yang empuk, dan memejamkan mata sambil sesekali mengintip, aku benar-benar merasa bosan.

Aku mengambil remot tv, dan berniat untuk mematikannya, saat tiba-tiba panci yang tadi bergerak, langsung jatuh ke lantai. Bahkan, bukan hanya jatuh, panci tersebut sempat melayang di udara selama beberapa detik, sebelum akhirnya terjatuh saat salah satu pegawai masuk ke dalam dapur membawa piring kotor.

Semua yang ada di dapur, termasuk diriku yang menonton melalui rekaman CCTV langsung terdiam. Apa ini? Apakah mereka memasang tali dan mereka sedang melalukan aksi jahil yang sempurna? Tapi, aku ragu. Mereka semua tampak bingung. Tapi, ini kan sore hari, mana mungkin ada makhluk halus yang mengganggu di saat matahari masih bersinar terang?

Kejadian berikutnya, terjadi tidak lama setelah panci tersebut jatuh. Di kamera yang terpasang di ruangan lain, pelanggan yang berada di satu meja untuk empat orang menghentikan makannya, tubuhnya kaku sesaat, dan botol kecap di depannya bergeser cukup cepat sampai ke ujung meja. Akibat dari pergerakan cepat dan tidak terduga itu, sang pelanggan sampai melompat mundur dari kursinya.

Salah satu pegawaiku bergerak cepat menghampiri sang pelanggan, dan mereka terlihat sedang berbicara satu sama lain. Dari CCTV, terlihat gerak tubuh pelanggan yang seperti marah, dia mengangkat tangannya, dan menunjuk ke botol kecap yang berada di pinggir meja. Tapi, aku bangga dengan sifat pegawaiku yang tetap tenang, bahkan sampai memberi pelanggan ini segelas air putih.

Akhirnya, pelanggan tersebut berpindah meja makan. Gerakannya masih menandakan dia tidak nyaman akibat pengalaman yang baru saja dia rasakan. Tidak berhenti sampai situ, kain pel yang tengah bersandar di pojok dapur kemudian bergerak sedikit. Tidak sampai jatuh, sehingga pegawaiku tidak menyadarinya. Tapi, jelas sekali kalau aku melihat kain pel itu tergeser.

Esoknya, aku memutuskan untuk datang ke restoranku, meminta untuk hari ini, restoran dibuka lebih siang karena aku ingin memeriksa terlebih dulu. Ada apa sebenarnya di dalam sini? Saat aku masih mengurus restoran ini, aku tidak pernah mendapat gangguan menyeramkan seperti yang dialami pegawaiku, namun kenapa mereka justru malah diganggu?

“Sejak kapan tepatnya gangguan mulai kejadian?” Tanyaku usai mengumpulkan seluruh pegawai di hadapanku.

“Kira-kira, semenjak bapak mulai jarang ke sini.” Ucap salah seorang pegawai yang wajahnya aku ketahui kalau dia salah satu yang senior di sini.

“Sudah sekitar 4 bulan?” Tamyaku memastikan.

“Ya, kurang lebih.” Balasnya lagi.

“Saya awal gak pasang CCTV, dan saya jarang ke sini. Kalian semua gak ada yang berbuat macam-macam kan?” Tanyaku. Mataku menganalisa gerakan tubuh dari masing-masing pegawai, mereka terlihat saling memandang satu sama lain.

“Kami cuma lakuin pekerjaan, pak.” Balas pegawai yang lain.

“Ada yang bisa kira-kira kenapa ini mulai terjadi makin sering belakangan ini?” Tanyaku.

Mereka semua diam, saling memandang satu sama lain, seolah ragu untuk menjawab.

“Saya bukan curiga sama kalian, tapi saya pengen tau. Kalian kan yang di lapangan, karena menurut saya, gak mungkin hal begini terjadi tanpa sebab.” Ucapku, berusaha agar mereka mau bersuara.

“Jujur pak, kita gak tau. Kita cuma kerja seperti biasa aja ko, pak.” Balas salah seorang pegawai.

“Ya sudah, kalau begitu, sebelum hari ini kita mulai beroperasi, kita berdoa. Selama ini gak ada doa terpimpin gini kan?” Ucapku.

“Iya, nggak pak, kita biasa sendiri-sendiri.” Balas pegawai yang tadi.

“Ya sudah, hari ini saya pimpin.” Aku mulai mengucapkan lantunan doa yang aku tahu untuk mencegah bala dan menjauhkan gangguan jin ataupun makhluk lain, dan karyawanku semuanya mengikuti doaku.

Ditengah proses berdoa, seorang pegawai wanita tiba-tiba berteriak. Dia berdiri di belakang, sehingga sedikit sulit bagiku untuk melihatnya langsung. Dia terlihat memegangi kening dan dadanya, dan terus menggeram seolah sedang menahan sakit.

“Kamu kenapa? Ya ampun.” Kepanikan mulai terjadi.

“Aagghh, panaass! Tolong!” Ucap pegawai wanita yang kesakitan itu.

Aku tidak tahu harus melakukan apa, selain menelpon ahli agama yang aku kenal. Syukur, Sang Ahli agama mengatakan dia bisa segera hadir. Sambil menunggu kehadirannya, karyawan wanita yang lain memegangi tubuhnya, sementara karyawan pria terlihat kebingungan, dan beberapa diantaranya hanya berdoa untuk keselamatan.

Tak butuh waktu lama, Sosok ahli agama sudah hadir di pintu depan, dan langsung masuk menghampiri wanita yang kini terbaring lemas, tak sanggup lagi menahan rasa sakitnya.

“Ada apa ini, pak?” Tanya Sang Ahli Agama kepadaku.

“Saya kurang tau, pak. Kita lagi adain doa bersama, tiba-tiba dia teriak begitu.” Jawabku.

Pria Ahli Agama ini langsung menyentuh kening si wanita, dan sebuah jarum emas keluar secara perlahan dari keningnya. Seketika, pria ini langsung menyebut nama tuhan. Aku yang orang awam juga tampaknya mengerti penyebab ini.

Tangan pria tersebut bergerak, menuju ke arah yang mengaku terasa panas oleh wanita itu, dan dengan sedikit melantunkan sesuatu, jarum emas keluar lagi dari atas dadanya. Pria Ahli Agama itu langsung membisikkan sesuatu di telinga sang wanita setelah dua jarum tersebut keluar. Mata wanita tersebut terbuka lebar untuk sesaat, dan kemudian tertutup secara perlahan.

“Sepertinya saya paham akar masalahnya.” Ucap Pria tersebut kepadaku.

“Iya, pegawai saya mengaku belakangan ini diganggu sama makhluk halus. Jadi, saya berinisiatif adakan doa bersama. Setelah lihat yang barusan, sepertinya saya paham juga.” Balasku.

“Ya, jarum emas ini adalah susuk yang dipasang di tubuhnya. Pasti susuk ini yang jadi pemicu makhluk lain merasa diundang datang ke sini.” Jelas Pria Ahli Agama tersebut.

“Sepertinya saya akan tetap di sini sampai dia sadar.” Lanjut pria itu.

“Iya, pak. Terima kasih.” Balasku. “Semuanya, tolong bawa dia ke ruangan yang aman ya.” Aku menunjuk wanita yang kini sudah tergolek pingsan tidak sadarkan diri.

Beberapa pegawai langsung membawa pegawai wanita tersebut ke ruangan terpisah, dan membiarkannya sendiri sampai dia sadar dengan sendirinya. Namun, salah satu rekannya meminta izin kepadaku untuk menemani pegawai tersebut. Aku memilih untuk menyetujuinya, dan menyuruh seorang lagi untuk menemaninya. Hari itu, aku memutuskan untuk meliburkan restoran, beberapa pegawai memilih pulang, beberapa memilih untuk menemaniku dan sang Ahli Agama di ruangan depan.

Beruntung, kami tidak butuh waktu lama untuk menunggu. Seorang yang tadi aku perintahkan untuk menemani pegawai yang pingsan tadi, berlari ke arah kami. Dia bilang kalau rekannya tersebut sudah sadarkan diri. Aku bersama yang lain, termasuk sang Ahli Agama langsung bergegas menghampiri.

Pria Ahli Agama langsung memberinya wejangan, salah satunya adalah agar jangan berurusan dengan hal semacam itu lagi, karena bisa saja ke depannya nyawa dia yang akan berada dalam bahaya. Aku melihat wanita tersebut, tatapannya kosong, lemas, dan wajahnya entah kenapa terasa berbeda. Mungkin memang akibat efek dari hilangnya susuk yang dia kenakan.

Setelah memberi nasihat, pria tersebut langsung pamit. Aku pun mulai mengajaknya berbicara, dia sudah cukup sadar untuk bisa mendengar dan merespon perkataanku. Disaksikan oleh pegawai yang memilih menetap, wanita tersebut meminta maaf dan mengaku salah. Menurut keterangannya, dia menggunakan susuk tersebut karena menyukai salah seorang karyawan yang juga bekerja di tempat yang sama.

Mendengar kesaksiannya, aku memutuskan untuk memaafkannya, dan karena ada rasa tidak tega di hatiku, aku hanya memberinya hukuman skorsing selama 1 minggu. Aku tidak sampai hati memberhentikan dia kerja, aku juga memintanya untuk berjanji tidak akan lagi berurusan dengan hal semacam itu, dan ia pun mengiyakan.

Sejak saat itu, gangguan sudah tidak terjadi lagi, dan pemasukan juga mulai menurun bahkan beberapa karyawanku memilih untuk keluar dari pekerjaan dengan alasan upah yang terasa tidak sesuai. Aku mulai terfikir, kalau susuk tersebut secara tidak langsung juga membantu menarik orang lain, ditambah wanita itu bekerja sebagai waitress, aku rasa banyak yang terhipnotis dan akhirnya masuk ke dalam restoran ku.

Semakin lama, bisnisku semakin menurun, dan dengan terpaksa, aku menutup usaha rumah makan ini. Lagi-lagi, keberuntungan tidak berpihak kepadaku. Tapi, ya sudah lah. Kini aku harus mencari kerja lagi untuk menghidupi diriku di tengah kejamnya kehidupan kota besar.